Naḥnu naquṣṣu ‘alaika aḥsanal-qaṣaṣi bimā auḥainā ilaika hāżal-qur'ān(a), wa in kunta min qablihī laminal-gāfilīn(a).
Kami
menceritakan kepadamu (Nabi Muhammad) kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu. Sesungguhnya engkau sebelum itu
termasuk orang-orang yang tidak mengetahui.
(Ingatlah)
ketika Yusuf berkata kepada ayahnya (Ya‘qub), “Wahai ayahku,
sesungguhnya aku telah (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari, dan
bulan. Aku melihat semuanya sujud kepadaku.”
Dia
(ayahnya) berkata, “Wahai anakku, janganlah engkau ceritakan mimpimu
kepada saudara-saudaramu karena mereka akan membuat tipu daya yang
sungguh-sungguh kepadamu. Sesungguhnya setan adalah musuh yang jelas
bagi manusia.”
Wa
każālika yajtabīka rabbuka wa yu‘allimuka min ta'wīlil-aḥādīṡi wa
yutimmu ni‘matahū ‘alaika wa ‘alā āli ya‘qūba kamā atammahā ‘alā
abawaika min qablu ibrāhīma wa isḥāq(a), inna rabbaka ‘alīmun ḥakīm(un).
Demikianlah,
Tuhan memilihmu (untuk menjadi nabi), mengajarkan kepadamu sebagian dari
takwil mimpi, serta menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu dan kepada
keluarga Ya‘qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakannya kepada kedua
kakekmu sebelumnya, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanmu Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Iż qālū layūsufu wa akhūhu aḥabbu ilā abīnā minnā wa naḥnu ‘uṣbah(tun), inna abānā lafī ḍalālim mubīn(in).
(Ingatlah) ketika mereka berkata, “Sesungguhnya Yusuf dan saudara (kandung)-nya365)
lebih dicintai Ayah daripada kita, padahal kita adalah kumpulan (yang
banyak). Sesungguhnya ayah kita dalam kekeliruan yang nyata.
Catatan Kaki
365) Yang dimaksud saudara kandung Yusuf a.s. adalah Bunyamin.
Bunuhlah
Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian Ayah tertumpah
kepadamu dan setelah itu (bertobatlah sehingga) kamu akan menjadi kaum
yang saleh.”
Qāla qā'ilum minhum lā taqtulū yūsufa wa alqūhu fī gayābatil-jubbi yaltaqiṭhu ba‘ḍus-sayyārati in kuntum fā‘ilīn(a).
Salah
seorang di antara mereka berkata, “Janganlah kamu membunuh Yusuf,
tetapi masukkan saja dia ke dasar sumur agar dia dipungut oleh sebagian
musafir jika kamu hendak berbuat.”
Qāla innī layaḥzununī an tażhabū bihī wa akhāfu ay ya'kulahuż-żi'bu wa antum ‘anhu gāfilūn(a).
Dia
(Ya‘qub) berkata, “Sesungguhnya kepergian kamu bersama dia (Yusuf)
sangat menyedihkanku dan aku khawatir serigala akan memangsanya,
sedangkan kamu lengah darinya.”
Falammā
żahabū bihī wa ajma‘ū ay yaj‘alūhu fī gayābatil-jubb(i), wa auḥainā
ilaihi latunabbi'annahum bi'amrihim hāżā wa hum lā yasy‘urūn(a).
Maka,
ketika mereka membawanya serta sepakat memasukkannya ke dasar sumur,
(mereka pun melaksanakan kesepakatan itu). Kami wahyukan kepadanya,
“Engkau kelak pasti akan menceritakan perbuatan mereka ini kepada
mereka, sedangkan mereka tidak menyadari.”
16
وَجَاۤءُوْٓ اَبَاهُمْ عِشَاۤءً يَّبْكُوْنَۗ
Wa jā'ū abāhum ‘isyā'ay yabkūn(a).
(Kemudian,) mereka datang kepada ayahnya pada petang hari sambil menangis.
Qālū
yā abānā innā żahabnā nastabiqu wa taraknā yūsufa ‘inda matā‘inā fa
akalahuż-żi'b(u), wa mā anta bimu'minil lanā wa lau kunnā ṣādiqīn(a).
Mereka
berkata, “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami
tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu serigala memangsanya.
Engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata
benar.”
Wa
jā'ū ‘alā qamīṣihī bidamin każib(in), qāla bal sawwalat lakum anfusukum
amrā(n), fa ṣabrun jamīl(un), wallāhul musta‘ānu ‘alā mā taṣifūn(a).
Mereka
datang membawa bajunya (yang dilumuri) darah palsu. Dia (Ya‘qub)
berkata, “Justru hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan
(yang buruk) itu, maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku).
Allah sajalah Zat yang dimohonkan pertolongan terhadap apa yang kamu
ceritakan.”
Wa
jā'at sayyāratun fa arsalū wāridahum fa adlā dalwah(ū), qāla yā busyrā
hāżā gulām(un), wa asarrūhu biḍā‘ah(tan), wallāhu ‘alīmum bimā
ya‘malūn(a).
Datanglah
sekelompok musafir. Mereka menyuruh seorang pengambil air, lalu dia
menurunkan timbanya. Dia berkata, “Oh, senangnya! Ini ada seorang anak
muda.” Kemudian mereka menyembunyikannya sebagai barang dagangan. Allah
Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Wa syarauhu biṡamanim bakhsin darāhima ma‘dūdah(tin), wa kānū fīhi minaz-zāhidīn(a).
Mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga murah, (yaitu) beberapa dirham saja sebab mereka tidak tertarik kepadanya.367)
Catatan Kaki
367) Mereka khawatir Yusuf a.s. akan ditemukan oleh keluarganya sehingga akan langsung diambil kembali dan mereka tidak mendapatkan apa-apa. Oleh karena itu, mereka cepat-cepat menjualnya walaupun dengan harga murah.
Wa
qālal-lażisytarāhu mim miṣra limra'atihī akrimī maṡwāhu ‘asā ay
yanfa‘anā au nattakhiżahū waladā(n), wa każālika makkannā liyūsufa
fil-arḍ(i), wa linu‘allimahū min ta'wīlil-aḥādīṡ(i), wallāhu gālibun
‘alā amrihī wa lākinna akṡaran-nāsi lā ya‘lamūn(a).
Orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya,368)
“Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik. Mudah-mudahan dia
bermanfaat bagi kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Demikianlah,
(kelak setelah dewasa,) Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf
di negeri (Mesir) dan agar Kami mengajarkan kepadanya takwil mimpi.
Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengerti.
Catatan Kaki
368) Orang dari Mesir yang membeli Yusuf a.s. itu adalah seorang pembesar Mesir yang dikenal dengan nama Qitfir al-Aziz. Sebagian kitab tafsir juga menyebut nama istrinya, yaitu Rail. Ada juga yang menyebutnya Zulaikha atau Zalikha. Namun, riwayat yang menyebutkan nama-nama tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Wa
rāwadathul-latī huwa fī baitihā ‘an nafsihī wa gallaqatil-abwāba wa
qālat haita lak(a), qāla ma‘āżallāhi innahū rabbī aḥsana maṡwāy(a),
innahū lā yuflihuẓ-ẓālimūn(a).
Perempuan,
yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya, menggodanya. Dia menutup rapat
semua pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata,
“Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya dia (suamimu) adalah tuanku.
Dia telah memperlakukanku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim
tidak akan beruntung.”
Wa
laqad hammat bihī wa hamma bihā lau lā ar ra'ā burhāna rabbih(ī),
każālika linaṣrifa ‘anhus-sū'a wal-faḥsyā'(a), innahū min
‘ibādinal-mukhlaṣīn(a).
Sungguh,
perempuan itu benar-benar telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Yusuf
pun berkehendak kepadanya sekiranya dia tidak melihat tanda (dari)
Tuhannya.369) Demikianlah, Kami memalingkan darinya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya dia (Yusuf) termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.
Catatan Kaki
369) Ayat ini tidak menunjukkan bahwa Nabi Yusuf a.s. mempunyai keinginan yang buruk terhadap perempuan itu, tetapi godaan itu demikian besarnya sehingga sekiranya dia tidak dikuatkan dengan keimanan kepada Allah Swt., tentu dia jatuh ke dalam kemaksiatan.
Wastabaqal-bāba
wa qaddat qamīṣahū min duburiw wa alfayā sayyidahā ladal-bāb(i), qālat
mā jazā'u man arāda bi'ahlika sū'an illā ay yusjana au ‘ażābun alīm(un).
Keduanya
berlomba menuju pintu dan perempuan itu menarik bajunya (Yusuf) dari
belakang hingga koyak dan keduanya mendapati suami perempuan itu di
depan pintu. Dia (perempuan itu) berkata, “Apakah balasan terhadap orang
yang bermaksud buruk terhadap istrimu selain dipenjarakan atau (dihukum
dengan) siksa yang pedih?”
Qāla
hiya rāwadatnī ‘an nafsī wa syahida syāhidum min ahlihā, in kāna
qamīṣuhū qudda min qubulin fa ṣadaqat wa huwa minal-kāżibīn(a).
Dia
(Yusuf) berkata, “Dia yang menggoda diriku.” Seorang saksi dari
keluarga perempuan itu memberikan kesaksian, “Jika bajunya koyak di
bagian depan, perempuan itu benar dan dia (Yusuf) termasuk orang-orang
yang berdusta.
Falammā ra'ā qamīṣahū qudda min duburin qāla innahū min kaidikunn(a), inna kaidakunna ‘aẓīm(un).
Maka,
ketika melihat bajunya (Yusuf) koyak di bagian belakang, dia (suami
perempuan itu) berkata, “Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu (hai kaum
wanita). Tipu dayamu benar-benar hebat.
Wa
qāla niswatun fil-madīnatimra'atul-‘azīzi turāwidu fatāhā ‘an
nafsih(ī), qad syagafahā ḥubbā(n), innā lanarāhā fī ḍalālim mubīn(in).
Para
wanita di kota itu berkata, “Istri al-Aziz menggoda pelayannya untuk
menaklukkannya. Pelayannya benar-benar membuatnya mabuk cinta. Kami
benar-benar memandangnya dalam kesesatan yang nyata.”
Falammā
sami‘at bimakrihinna arsalat ilaihinna wa a‘tadat lahunna muttaka'aw wa
ātat kulla wāḥidim minhunna sikkīnaw wa qālatikhruj ‘alaihinn(a),
falammā ra'ainahū akbarnahū wa qaṭṭa‘na aidiyahunn(a), wa qulna ḥāsya
lillāhi mā hāżā illā basyarā(n), in hāżā illā malakun karīm(un).
Maka,
ketika dia (istri al-Aziz) mendengar cercaan mereka, dia mengundang
wanita-wanita itu dan menyediakan tempat duduk bagi mereka. Dia
memberikan sebuah pisau kepada setiap wanita (untuk memotong-motong
makanan). Dia berkata (kepada Yusuf), “Keluarlah (tampakkanlah dirimu)
kepada mereka.” Ketika wanita-wanita itu melihatnya, mereka sangat
terpesona (dengan ketampanannya) dan mereka (tanpa sadar) melukai
tangannya sendiri seraya berkata, “Maha Sempurna Allah. Ini bukanlah
manusia. Ini benar-benar seorang malaikat yang mulia.”
Qālat
fa żālikunnal-lażī lumtunnanī fīh(i), wa laqad rāwattuhū ‘an nafsihī
fasta‘ṣam(a), wa la'il lam yaf‘al mā āmuruhū layusjananna wa layakūnam
minaṣ-ṣāgirīn(a).
Dia
(istri al-Aziz) berkata, “Itulah orangnya yang menyebabkan kamu mencela
aku karena (aku tertarik) kepadanya. Sungguh, aku benar-benar telah
menggoda untuk menaklukkan dirinya, tetapi dia menolak. Jika tidak
melakukan apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan
dipenjarakan dan benar-benar akan termasuk orang yang hina.”
Qāla
rabbis-sijnu aḥabbu ilayya mimmā yad‘ūnanī ilaih(i), wa illā taṣrif
‘annī kaidahunna aṣbu ilaihinna wa akum minal-jāhilīn(a).
(Yusuf)
berkata, “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi
ajakan mereka. Jika Engkau tidak menghindarkan tipu daya mereka dariku,
niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu
aku termasuk orang-orang yang bodoh.”
Bersama dia (Yusuf) masuk pula dua orang pemuda ke dalam penjara.370)
Salah satunya berkata, “Sesungguhnya aku bermimpi memeras anggur,” dan
yang lainnya berkata, “Aku bermimpi membawa roti di atas kepalaku.
Sebagiannya dimakan burung.” (Keduanya berkata,) “Jelaskanlah kepada
kami takwilnya! Sesungguhnya kami memandangmu termasuk orang-orang yang
berbuat baik.”
Catatan Kaki
370) Menurut suatu riwayat, dua pemuda itu adalah pelayan-pelayan raja.
(Yusuf)
berkata, “Tidak ada makanan apa pun yang akan diberikan kepadamu
berdua, kecuali aku telah menjelaskan takwilnya sebelum (makanan) itu
sampai kepadamu. Itu sebagian dari yang diajarkan Tuhan kepadaku.
Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama kaum yang tidak beriman kepada
Allah, bahkan kepada akhirat pun mereka ingkar.
Wattaba‘tu
millata ābā'ī ibrāhīma wa isḥāqa wa ya‘qūb(a), mā kāna lanā an nusyrika
billāhi min syai'(in), żālika min faḍlillāhi ‘alainā wa ‘alan-nāsi wa
lākinna akṡaran-nāsi lā yasykurūn(a).
Aku
mengikuti agama nenek moyangku, (yaitu) Ibrahim, Ishaq, dan Ya‘qub.
Tidak pantas bagi kami mempersekutukan suatu apa pun dengan Allah. Itu
adalah bagian dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia
(semuanya), tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.
Mā
ta‘budūna min dūnihī illā asmā'an sammaitumūhā antum wa ābā'ukum mā
anzalallāhu bihā min sulṭān(in), inil-ḥukmu illā lillāh(i), amara allā
ta‘budū illā iyyāh(u), żālikad-dīnul-qayyimu wa lākinna akṡaran-nāsi lā
ya‘lamūn(a).
Apa
yang kamu sembah selain Dia hanyalah nama-nama (berhala) yang kamu dan
nenek moyangmu buat sendiri. Allah tidak menurunkan suatu keterangan apa
pun yang pasti tentang hal (nama-nama) itu. Ketetapan (yang pasti
benar) itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak
menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.
Yā
ṣāḥibayis-sijni ammā aḥadukumā fa yasqī rabbahū khamrā(n), wa
ammal-ākharu fa yuṣlabu fa ta'kuluṭ-ṭairu mir ra'sih(ī),
quḍiyal-amrul-lażī fīhi tastaftiyān(i).
Wahai
dua penghuni penjara, salah seorang di antara kamu akan bertugas
menyediakan minuman khamar bagi tuannya, sedangkan yang lain akan
disalib. Lalu, burung akan memakan sebagian kepalanya. Telah terjawab
perkara yang kamu berdua tanyakan (kepadaku).”
Wa
qāla lil-lażī ẓanna annahū nājim minhumażkurnī ‘inda rabbik(a), fa
ansāhusy-syaiṭānu żikra rabbihī fa labiṡa fis-sijni biḍ‘a sinīn(a).
Dia
(Yusuf) berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara
mereka berdua, “Jelaskanlah keadaanku kepada tuanmu.” Kemudian, setan
menjadikan dia lupa untuk menjelaskan (keadaan Yusuf) kepada tuannya.
Karena itu, dia (Yusuf) tetap dalam penjara beberapa tahun lamanya.
Wa
qālal-maliku innī arā sab‘a baqarātin simāniy ya'kuluhunna sab‘un
‘ijāfuw wa sab‘a sumbulātin khuḍriw wa ukhara yābisāt(in), yā
ayyuhal-mala'u aftūnī fī ru'yāya in kuntum lir-ru'yā ta‘burūn(a).
Raja
berkata (kepada para pemuka kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi
melihat tujuh ekor sapi yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang
kurus serta tujuh tangkai (gandum) yang hijau (dan tujuh tangkai)
lainnya yang kering. Wahai para pemuka kaum, jelaskanlah kepadaku
tentang mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkannya!”
Wa qālal-lażī najā minhumā waddakara ba‘da ummatin ana unabbi'ukum bita'wīlihī fa arsilūn(i).
Orang
yang selamat di antara mereka berdua berkata dan teringat (perihal
Yusuf) setelah beberapa waktu lamanya, “Aku akan memberitahukan kepadamu
tentang (orang yang pandai) menakwilkan mimpi itu. Maka, utuslah aku
(kepadanya).”
(Dia
berkata,) “Wahai Yusuf, orang yang sangat dipercaya, jelaskanlah kepada
kami (takwil mimpiku) tentang tujuh ekor sapi gemuk yang dimakan oleh
tujuh (ekor sapi) kurus dan tujuh tangkai (gandum) hijau yang (meliputi
tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang
itu supaya mereka mengetahuinya.”
(Yusuf)
berkata, “Bercocoktanamlah kamu tujuh tahun berturut-turut! Kemudian
apa yang kamu tuai, biarkanlah di tangkainya, kecuali sedikit untuk kamu
makan.
Kemudian,
sesudah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit (paceklik) yang
menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya, kecuali sedikit
dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan.
Raja
berkata, “Bawalah dia kepadaku!” Ketika utusan itu datang kepadanya,
dia (Yusuf) berkata, “Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakan kepadanya
bagaimana perihal wanita-wanita yang telah melukai tangannya.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Mengetahui tipu daya mereka.”
Qāla
mā khaṭbukunna iż rāwattunna yūsufa ‘an nafsih(ī), qulna ḥāsya lillāhi
mā ‘alimnā ‘alaihi min sū'(in), qālatimra'atul-‘azīzil-āna
ḥaṣḥaṣal-ḥaqq(u), ana rāwattuhū ‘an nafsihī wa innahū
laminaṣ-ṣādiqīn(a).
Dia (raja) berkata (kepada wanita-wanita itu), “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya?”371)
Mereka berkata, “Maha Sempurna Allah. Kami tidak mengetahui sesuatu
keburukan darinya.” Istri al-Aziz berkata, “Sekarang jelaslah kebenaran
itu. Akulah yang menggodanya dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang
yang benar.”
Catatan Kaki
371) Yang dimaksud dengan keadaan di sini ialah pendapat perempuan-perempuan itu tentang Nabi Yusuf a.s., apakah dia terpengaruh godaan itu atau tidak.
(Yusuf
berkata,) “Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa aku
benar-benar tidak mengkhianatinya ketika dia tidak ada (di rumah) dan
bahwa sesungguhnya Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang
berkhianat.
Aku
tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya
nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi
rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Raja
berkata, “Bawalah dia (Yusuf) kepadaku agar aku memilih dia (sebagai
orang yang dekat) kepadaku.” Ketika dia (raja) telah berbicara
kepadanya, dia (raja) berkata, “Sesungguhnya (mulai) hari ini engkau
menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami lagi sangat
dipercaya.”
Dia
(Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku pengelola perbendaharaan negeri
(Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga (amanah) lagi
sangat berpengetahuan.”
Wa
każālika makkannā liyūsufa fil-arḍi yatabawwa'u minhā ḥaiṡu yasyā'(u),
nuṣību biraḥmatinā man nasyā'u wa lā nuḍī‘u ajral-muḥsinīn(a).
Demikianlah
Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri ini (Mesir) untuk tinggal
di mana saja yang dia kehendaki. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada
siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat baik.
Wa jā'a ikhwatu yūsufa fa dakhalū ‘alaihi fa ‘arafahum wa hum lahū munkirūn(a).
Saudara-saudara
Yusuf datang (ke Mesir), lalu mereka masuk ke (tempat)-nya. Maka, dia
(Yusuf) mengenali mereka, sedangkan mereka benar-benar tidak
mengenalinya.372)
Catatan Kaki
372) Menurut catatan sejarah, telah terjadi musim paceklik di Mesir dan sekitarnya. Maka, atas anjuran Nabi Ya‘qub a.s., saudara-saudara Nabi Yusuf a.s. datang dari Kan‘an ke Mesir untuk menghadap pembesar-pembesar Mesir demi mendapatkan bahan makanan.
Wa lammā jahhazahum bijahāzihim qāla'tūnī bi'akhil lakum min abīkum, alā tarauna annī ūfil-kaila wa ana khairul-munzilīn(a).
Ketika
dia (Yusuf) menyiapkan perbekalan (bahan makanan) untuk mereka, dia
berkata, “Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah denganmu (Bunyamin).
Tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan takaran (gandum) dan aku
adalah sebaik-baiknya penerima tamu?
Dia (Yusuf) berkata kepada para pembantunya, “Masukkanlah (kembali) barang-barang mereka (yang mereka jadikan alat tukar)373)
ke dalam karung-karung mereka. (Hal itu dilakukan) agar mereka
mengetahuinya apabila telah kembali kepada keluarga mereka.
Mudah-mudahan mereka kembali lagi.”374)
Catatan Kaki
373) Menurut kebanyakan mufasir, barang-barang saudara-saudara Nabi Yusuf a.s. yang digunakan sebagai alat penukar bahan makanan itu ialah kulit atau terompah.
374) Tindakan ini diambil sebagai siasat dengan cara menanam budi kepada mereka agar mereka nantinya bersedia kembali lagi ke Mesir dengan membawa Bunyamin.
Falammā raja‘ū ilā abīhim qālū yā abānā muni‘a minnal-kailu fa arsil ma‘anā akhānā naktal wa innā lahū laḥāfiẓūn(a).
Maka,
ketika mereka telah kembali kepada ayah mereka (Ya‘qub), mereka
berkata, “Wahai ayah kami, kita tidak akan mendapat jatah (gandum) lagi
(jika tidak membawa saudara kami). Oleh karena itu, biarkanlah saudara
kami pergi bersama kami agar kami mendapat jatah. Sesungguhnya kami
benar-benar akan menjaganya.”
Qāla hal āmanukum ‘alaihi illā kamā amintukum ‘alā akhīhi min qabl(u), fallāhu khairun ḥāfiẓaw wa huwa arḥamur-rāḥimīn(a).
Dia
(Ya‘qub) berkata, “Bagaimana aku akan memercayakannya (Bunyamin)
kepadamu, seperti halnya dahulu aku telah memercayakan saudaranya
(Yusuf) kepada kamu? Allah adalah penjaga yang terbaik dan Dia Maha
Penyayang di antara para penyayang.”
Wa
lammā fataḥū matā‘ahum wajadū biḍā‘atahum ruddat ilaihim, qālū yā abānā
mā nabgī, hāżihī biḍā‘atunā ruddat ilainā wa namīru ahlanā wa naḥfaẓu
akhānā wa nazdādu kaila ba‘īr(in), żālika kailuy yasīr(un).
Ketika
mereka membuka barang-barang mereka, mereka menemukan barang-barang
(penukar) mereka dikembalikan kepada mereka. Mereka berkata, “Wahai ayah
kami, apa (lagi) yang kita inginkan? Ini barang-barang kita
dikembalikan kepada kita, kita akan dapat mendatangkan bahan makanan
untuk keluarga kita, dan kami akan menjaga saudara kami, serta kita akan
mendapat tambahan jatah (gandum) seberat beban seekor unta. Itu adalah
suatu (tambahan) jatah yang mudah (bagi raja Mesir).”
Dia
(Ya‘qub) berkata, “Aku tidak akan melepaskannya (pergi) bersama kamu,
sebelum kamu bersumpah kepadaku atas (nama) Allah, bahwa kamu pasti akan
membawanya kembali kepadaku, kecuali jika kamu dikepung (oleh musuh).”
Setelah mereka memberikan janji kepadanya, dia (Ya‘qub) berkata, “Allah
adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan.”
Wa
qāla yā baniyya lā tadkhulū mim bābiw wāḥidiw wadkhulū min abwābim
mutafarriqah(tin), wa mā ugnī ‘ankum minallāhi min syai'(in), inil-ḥukmu
illā lillāh(i), ‘alaihi tawakkaltu wa ‘alaihi
falyatawakkalil-mutawakkilūn(a).
Dia
(Ya‘qub) berkata, “Wahai anak-anakku, janganlah kamu masuk dari satu
pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda-beda.
(Namun,) aku tidak dapat mencegah (takdir) Allah dari kamu sedikit pun.
(Penetapan) hukum itu hanyalah hak Allah. Kepada-Nyalah aku bertawakal
dan hendaklah kepada-Nya (saja) orang-orang yang bertawakal
(meningkatkan) tawakal(-nya).”
Wa
lammā dakhalū min ḥaiṡu amarahum abūhum, mā kāna yugnī ‘anhum minallāhi
min syai'in illā ḥājatan fī nafsi ya‘qūba qaḍāhā, wa innahū lażū ‘ilmil
limā ‘allamnāhu wa lākinna akṡaran-nāsi lā ya‘lamūn(a).
Ketika
mereka masuk dari arah yang sesuai dengan perintah ayahnya, (hal itu)
tidak dapat mencegah sedikit pun keputusan Allah, tetapi (itu) hanya
suatu keinginan pada diri Ya‘qub (yaitu kasih sayang kepada
anak-anaknya) yang telah dipenuhinya. Sesungguhnya dia benar-benar
mempunyai pengetahuan karena Kami telah mengajarkan kepadanya, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Ketika
mereka masuk ke (tempat) Yusuf, dia menempatkan saudaranya (Bunyamin)
di tempatnya, dia (Yusuf) berkata, “Sesungguhnya aku adalah saudaramu,
jangan engkau bersedih terhadap apa yang selalu mereka kerjakan.”
Maka, ketika telah disiapkan bahan makanan untuk mereka, dia (Yusuf) memasukkan cawan375)
ke dalam karung saudaranya (Bunyamin). Kemudian berteriaklah seorang
penyeru, “Wahai kafilah, sesungguhnya kamu benar-benar para pencuri.”
Catatan Kaki
375) Cawan yang dimaksud adalah suatu wadah yang terbuat dari emas yang digunakan untuk minum dan dapat juga digunakan untuk menakar.
Qālū nafqidu ṣuwā‘al-maliki wa liman jā'a bihī ḥimlu ba‘īriw wa ana bihī za‘īm(un).
Mereka
menjawab, “Kami kehilangan cawan raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta dan
aku jamin itu.”
Mereka
(saudara-saudara Yusuf) menjawab, “Demi Allah, sungguh kamu mengetahui
bahwa kami datang bukan untuk berbuat kerusakan di negeri ini dan kami
bukanlah para pencuri.”
Qālū jazā'uhū maw wujida fī raḥlihī fa huwa jazā'uh(ū), każālika najziẓ-ẓālimīn(a).
Mereka
(saudara-saudara Yusuf) menjawab, “Hukumannya ialah siapa yang
ditemukan dalam karungnya (barang yang hilang itu), maka dialah sendiri
balasannya (dijadikan hamba sahaya).376) Demikianlah kami memberikan hukuman kepada orang-orang zalim.”
Catatan Kaki
376) Dalam syariat Nabi Ya‘qub a.s., hukuman bagi pencuri adalah dijadikan hamba sahaya selama satu tahun.
Fa
bada'a bi'au‘iyatihim qabla wi‘ā'i akhīhi ṡummastakhrajahā miw wi‘ā'i
akhīh(i), każālika kidnā liyūsuf(a), mā kāna liya'khuża akhāhu fī
dīnil-maliki illā ay yasyā'allāh(u), narfa‘u darajātim man nasyā'(u), wa
fauqa kulli żī ‘ilmin ‘alīm(un).
Maka,
mulailah dia (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa)
karung saudaranya sendiri (Bunyamin), kemudian dia mengeluarkannya
(cawan raja itu) dari karung saudaranya. Demikianlah Kami mengatur
(rencana) untuk Yusuf. Dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut
hukum raja, kecuali Allah menghendakinya. Kami angkat derajat orang yang
Kami kehendaki; dan di atas setiap orang yang berpengetahuan ada yang
lebih mengetahui.
Qālū
iy yasriq faqad saraqa akhul lahū min qabl(u), fa asarrahā yūsufu fī
nafsihī wa lam yubdihā lahum, qāla antum syarrum makānā(n), wallāhu
a‘lamu bimā taṣifūn(a).
Mereka
(saudara-saudara Yusuf) berkata, “Jika dia (Bunyamin) mencuri, sungguh
sebelum ini saudaranya pun (Yusuf) pernah mencuri.” Maka Yusuf
menyembunyikan (kekesalan) dalam hatinya dan tidak menampakkannya kepada
mereka. Dia berkata (dalam hatinya), “Kamu lebih buruk kedudukan (yakni
sifat-sifat kamu). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu terangkan.”
Mereka
berkata, “Wahai al-Aziz, sesungguhnya dia (Bunyamin) mempunyai ayah
yang sudah lanjut usia karena itu ambillah salah seorang di antara kami
sebagai gantinya. Sesungguhnya kami melihat engkau termasuk orang-orang
yang selalu berbuat lebih baik.”
Dia
(Yusuf) berkata, “Kami memohon pelindungan kepada Allah dari menahan
(seseorang), kecuali siapa yang kami temukan harta kami padanya. Jika
kami (berbuat) demikian, sesungguhnya kami benar-benar orang-orang
zalim.”
Falammastai'asū
minhu khalaṣū najiyyā(n), qāla kabīruhum alam ta‘lamū anna abākum qad
akhaża ‘alaikum mauṡiqam minallāhi wa min qablu mā farrattum fī yūsufa
falan abraḥal-arḍa ḥattā ya'żana lī abī au yaḥkumallāhu lī, wa huwa
khairul-ḥākimīn(a).
Maka,
ketika mereka telah berputus asa darinya (putusan Yusuf terhadap
permintaan mereka membebaskan adiknya) mereka menyendiri (sambil
berunding) dengan berbisik-bisik. Yang tertua di antara mereka berkata,
“Tidakkah kamu ketahui bahwa ayah kamu telah mengambil sumpah dari kamu
dengan (nama) Allah dan sebelum ini kamu telah menyia-nyiakan Yusuf?
Oleh karena itu, aku tidak akan meninggalkan negeri ini (Mesir) sampai
ayahku mengizinkanku (untuk kembali) atau Allah memberi putusan
terhadapku. Dia adalah pemberi putusan yang terbaik.
Irji‘ū ilā abīkum fa qūlū yā abānā innabnaka saraq(a), wa mā syahidnā illā bimā ‘alimnā wa mā kunnā lil-gaibi ḥāfiẓīn(a).
Kembalilah
kepada ayahmu, lalu katakanlah, ‘Wahai ayah kami, sesungguhnya anakmu
(Bunyamin) telah mencuri dan kami tidak bersaksi kecuali apa yang kami
ketahui dan kami bukanlah orang-orang yang menjaga (mengetahui) apa yang
gaib (yang di balik) itu.
Qāla
bal sawwalat lakum anfusukum amrā(n), fa ṣabrun jamīl(un), ‘asallāhu ay
ya'tiyanī bihim jamī‘ā(n), innahū huwal-‘alīmul-ḥakīm(u).
Dia
(Ya‘qub) berkata, “Sebenarnya hanya dirimu sendiri yang memandang baik
urusan (yang buruk) itu. (Kesabaranku) adalah kesabaran yang baik.
Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semua kepadaku. Sesungguhnya
hanya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Wa tawallā ‘anhum wa qāla yā asafā ‘alā yūsufa wabyaḍḍat ‘aināhu minal-ḥuzni fa huwa kaẓīm(un).
Dia
(Ya‘qub) berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata, “Alangkah
kasihan Yusuf,” dan kedua matanya menjadi putih karena sedih. Dia
adalah orang yang sungguh-sungguh menahan (amarah dan kepedihan).
Mereka
berkata, “Demi Allah, engkau tidak henti-hentinya mengingat Yusuf
sehingga engkau (mengidap) penyakit berat atau engkau termasuk
orang-orang yang akan binasa (wafat).”
Yā
baniyyażhabū fa taḥassasū miy yūsufa wa akhīhi wa lā tai'asū mir
rauḥillāh(i), innahū lā yai'asu mir rauḥillāhi illal-qaumul-kāfirūn(a).
Wahai
anak-anakku, pergi dan carilah berita tentang Yusuf beserta saudaranya.
Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak ada
yang berputus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir.”
Falammā
dakhalū ‘alaihi qālū yā ayyuhal-‘azīzu massanā wa ahlanaḍ-ḍurru wa
ji'nā bibiḍā‘atim muzjātin fa aufi lanal-kaila wa taṣaddaq ‘alainā,
innallāha yajzil-mutaṣaddiqīn(a).
Ketika
mereka masuk ke (tempat)-nya (Yusuf), mereka berkata, “Wahai yang
mulia, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang
membawa barang-barang yang tidak berharga, maka penuhilah takaran
(gandum) untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami. Sesungguhnya Allah
memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah.”
Qāla hal ‘alimtum mā fa‘altum biyūsufa wa akhīhi iż antum jāhilūn(a).
Dia
(Yusuf) berkata, “Tahukah kamu (kejelekan) apa yang telah kamu perbuat
terhadap Yusuf dan saudaranya karena kamu tidak mengetahui (akibat)
perbuatanmu itu?”
Qālū
a'innaka la'anta yūsuf(u), qāla ana yūsufu wa hāżā akhī qad mannallāhu
‘alainā, innahū may yataqqi wa yaṣbir fa innallāha lā yuḍī‘u
ajral-muḥsinīn(a).
Mereka
berkata, “Apakah engkau benar-benar Yusuf?” Dia (Yusuf) menjawab, “Aku
Yusuf dan ini saudaraku. Sungguh, Allah telah melimpahkan karunia-Nya
kepada kami. Siapa yang bertakwa dan bersabar, sesungguhnya Allah tidak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang muhsin.”
Wa lammā faṣalatil-‘īru qāla abūhum innī la'ajidu rīḥa yūsufa lau lā an tufannidūn(i).
Ketika
kafilah itu telah keluar (dari Mesir dan memasuki Palestina), ayah
mereka berkata, “Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf seandainya kamu
tidak menuduhku lemah akal.”
Falammā an jā'al-basyīru alqāhu ‘alā wajihihī fartadda baṣīrā(n), qāla alam aqul lakum, innī a‘lamu minallāhi mā lā ta‘lamūn(a).
Ketika
telah tiba pembawa kabar gembira itu, diusapkannya (baju itu) ke
wajahnya (Ya‘qub), lalu dia dapat melihat kembali. Dia (Ya‘qub) berkata,
“Bukankah telah aku katakan kepadamu bahwa aku mengetahui dari Allah
apa yang tidak kamu ketahui?”
Mereka
(anak-anak Ya‘qub) berkata, “Wahai ayah kami, mohonkanlah ampunan untuk
kami atas dosa-dosa kami. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
bersalah.”
Wa
rafa‘a abawaihi ‘alal-‘arsyi wa kharrū lahū sujjadā(n), wa qāla yā
abati hāżā ta'wīlu ru'yāya min qabl(u), qad ja‘alahā rabbī ḥaqqā(n), wa
qad aḥsana bī iż akhrajanī minas-sijni wa jā'a bikum minal-badwi mim
ba‘di an nazagasy-syaiṭānu bainī wa baina ikhwatī, inna rabbī laṭīful
limā yasyā'(u), innahū huwal-‘alīmul-ḥakīm(u).
Dia
(Yusuf) menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. Mereka tunduk
bersujud kepadanya (Yusuf). Dia (Yusuf) berkata, “Wahai ayahku, inilah
takwil mimpiku yang dahulu itu. Sungguh, Tuhanku telah menjadikannya
kenyataan. Sungguh, Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia
membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah
setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Rabbi
qad ātaitanī minal-mulki wa ‘allamtanī min ta'wīlil-aḥādīṡ(i),
fāṭiras-samāwāti wal-arḍ(i), anta waliyyī fid-dun-yā wal-ākhirah(ti),
tawaffanī muslimaw wa alḥiqnī biṣ-ṣāliḥīn(a).
Tuhanku,
sungguh Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan
telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. (Wahai Tuhan) pencipta
langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat.
Wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan
orang-orang saleh.”
Żālika min ambā'il-gaibi nūḥīhi ilaik(a), wa mā kunta ladaihim iż ajma‘ū amrahum wa hum yamkurūn(a).
Itulah
sebagian berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Nabi Muhammad),
padahal engkau tidak berada di samping mereka ketika mereka bersepakat
mengatur tipu daya (untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur).
Afa aminū an ta'tiyahum gāsyiyatum min ‘ażābillāhi au ta'tiyahumus-sā‘atu bagtataw wa hum lā yasy‘urūn(a).
Apakah
mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka,
atau kedatangan kiamat kepada mereka secara tiba-tiba, sedangkan mereka
tidak menyadari?
Qul hāżihī sabīlī ad‘ū ilallāh(i), ‘alā baṣīratin ana wa manittaba‘anī, wa subḥānallāhi wa mā ana minal-musyrikīn(a).
Katakanlah
(Nabi Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (seluruh manusia) kepada Allah dengan bukti yang nyata. Maha
Suci Allah dan aku tidak termasuk golongan orang-orang musyrik.”
Wa
mā arsalnā min qablika illā rijālan nūḥī ilaihim min ahlil-qurā, afalam
yasīrū fil-arḍi fa yanẓurū kaifa kāna ‘āqibatul-lażīna min qablihim, wa
ladārul-ākhirati khairul lil-lażīnattaqau, afalā ta‘qilūn(a).
Kami
tidak mengutus sebelum engkau (Nabi Muhammad), kecuali laki-laki yang
Kami berikan wahyu kepada mereka di antara penduduk negeri. Tidakkah
mereka berjalan di bumi lalu memperhatikan bagaimana kesudahan
orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul)? Sesungguhnya negeri
akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Apakah kamu
tidak mengerti?
Ḥattā
iżastai'asar-rusulu wa ẓannū annahum qad kużibū jā'ahum naṣrunā, fa
nujjiya man nasyā'(u), wa lā yuraddu ba'sunā ‘anil-qaumil-mujrimīn(a).
Sehingga,
apabila para rasul tidak memiliki harapan lagi dan meyakini bahwa
mereka benar-benar telah didustakan, datanglah kepada mereka pertolongan
Kami, lalu diselamatkanlah orang yang Kami kehendaki. Siksa Kami tidak
dapat ditolak dari kaum pendosa.
Laqad
kāna fī qaṣaṣihim ‘ibratul li'ulil-albāb(i), mā kāna ḥadīṡay yuftarā wa
lākin taṣdīqal-lażī baina yadaihi wa tafṣīla kulli syai'iw wa hudaw wa
raḥmatal liqaumiy yu'minūn(a).
Sungguh,
pada kisah mereka benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
berakal sehat. (Al-Qur’an) bukanlah cerita yang dibuat-buat, melainkan
merupakan pembenar (kitab-kitab) yang sebelumnya, memerinci segala
sesuatu, sebagai petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Traktir creator minum kopi dengan cara memberi sedikit donasi. Silahkan Pilih Metode Pembayaran