Allażī khalaqa sab‘a samāwātin ṭibāqā(n), mā tarā fī khalqir-raḥmāni min tafāwut(in), farji‘il-baṣara hal tarā min fuṭūr(in).
(Dia
juga) yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu tidak akan
melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih ketidakseimbangan sedikit
pun. Maka, lihatlah sekali lagi! Adakah kamu melihat suatu cela?
Ṡummarji‘il-baṣara karrataini yanqalib ilaikal-baṣaru khāsi'aw wa huwa ḥasīr(un).
Kemudian,
lihatlah sekali lagi (dan) sekali lagi (untuk mencari cela dalam
ciptaan Allah), niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu dengan kecewa
dan dalam keadaan letih (karena tidak menemukannya).
Wa laqad zayyannas-samā'ad-dun-yā bimaṣābīḥa wa ja‘alnāhā rujūmal lisy-syayāṭīni wa a‘tadnā lahum ‘ażābas-sa‘īr(i).
Sungguh,
Kami benar-benar telah menghiasi langit dunia dengan bintang-bintang,
menjadikannya (bintang-bintang itu) sebagai alat pelempar terhadap
setan, dan menyediakan bagi mereka (setan-setan itu) azab (neraka) Sa‘ir
(yang menyala-nyala).
(Neraka
itu) hampir meledak karena marah. Setiap kali ada sekumpulan
(orang-orang kafir) dilemparkan ke dalamnya, penjaga-penjaganya bertanya
kepada mereka, “Tidak pernahkah seorang pemberi peringatan datang
kepadamu (di dunia)?”
Qālū balā qad jā'anā nażīr(un), fa każżabnā wa qulnā mā nazzalallāhu min syai'(in), in antum illā fī ḍalālin kabīr(in).
Mereka
menjawab, “Pernah! Sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang
kepada kami, tetapi kami mendustakan(-nya) dan mengatakan, ‘Allah tidak
menurunkan sesuatu apa pun.’” (Para malaikat berkata,) “Kamu tidak lain
hanyalah (berada) dalam kesesatan yang besar.”
Wa qālū lau kunnā nasma‘u au na‘qilu mā kunnā fī aṣḥābis-sa‘īr(i).
Mereka
juga berkata, “Andaikan dahulu kami mendengarkan atau memikirkan
(peringatan itu), tentulah kami tidak termasuk ke dalam (golongan) para
penghuni (neraka) Sa‘ir (yang menyala-nyala).”
Mereka
mengakui dosanya (saat penyesalan tidak lagi bermanfaat). Maka, jauhlah
(dari rahmat Allah) bagi para penghuni (neraka) Sa‘ir (yang
menyala-nyala) itu.
Huwal-lażī ja‘ala lakumul-arḍa żalūlan famsyū fī manākibihā wa kulū mir rizqih(ī), wa ilaihin-nusyūr(u).
Dialah
yang menjadikan bumi untuk kamu dalam keadaan mudah dimanfaatkan. Maka,
jelajahilah segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.
Hanya kepada-Nya kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
Am amintum man fis-samā'i ay yursila ‘alaikum ḥāṣibā(n), fa sata‘lamūna kaifa nażīr(i).
Atau,
sudah merasa amankah kamu dari Zat yang di langit, yaitu (dari bencana)
dikirimkannya badai batu oleh-Nya kepadamu? Kelak kamu akan mengetahui
bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku.
Tidakkah
mereka memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan
sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain
Yang Maha Pengasih. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.
Am man hāżal-lażī huwa jundul lakum yanṣurukum min dūnir-raḥmān(i), inil-kāfirūna illā fī gurūr(in).
Atau,
siapakah yang akan menjadi bala tentara bagimu yang dapat menolongmu
selain (Allah) Yang Maha Pengasih? Orang-orang kafir itu tidak lain
hanyalah dalam (keadaan) tertipu.
Am man hāżal-lażī yarzuqukum in amsaka rizqah(ū), bal lajjū fī ‘utuwwiw wa nufūr(in).
Atau,
siapakah yang dapat memberimu rezeki jika Dia menahan rezeki-Nya?
Sebaliknya, mereka terus-menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri
(dari kebenaran).
Katakanlah,
“Dialah Zat yang menciptakanmu dan menjadikan bagimu pendengaran,
penglihatan, dan hati nurani. (Akan tetapi,) sedikit sekali kamu
bersyukur.”
Ketika
mereka melihat azab (pada hari Kiamat) sudah dekat, wajah orang-orang
kafir itu menjadi muram. Dikatakan (kepada mereka), “Ini adalah
(sesuatu) yang dahulu kamu selalu mengaku (bahwa kamu tidak akan
dibangkitkan).”
Qul ara'aitum in ahlakaniyallāhu wa mam ma‘iya au raḥimanā, famay yujīrul-kāfirīna min ‘ażābin alīm(in).
Katakanlah
(Nabi Muhammad), “Tahukah kamu jika Allah mematikan aku dan orang-orang
yang bersamaku atau memberi rahmat kepada kami (dengan memperpanjang
umur kami,) lalu siapa yang dapat melindungi orang-orang kafir dari azab
yang pedih?”
Qul huwar-raḥmānu āmannā bihī wa ‘alaihi tawakkalnā, fasata‘lamūna man huwa fī ḍalālim mubīn(in).
Katakanlah
(Nabi Muhammad), “Dialah Zat Yang Maha Pengasih, kami beriman
kepada-Nya dan hanya kepada-Nya kami bertawakal. Kelak kamu akan tahu
siapa yang berada dalam kesesatan yang nyata.”